PENGARUH PEMBELAJARAN
KONTEKSTUAL PESISIR
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI
MATEMATIS DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP
Ahmad Rustam
Dosen Prodi Pendidikan Matematika
FKIP
Universitas Sembilanbelas
November Kolaka
Abstrak
Kemampuan komunikasi matematis siswa SMP
secara umum masih
tergolong
rendah. Masalah ini disebabkan kurangnya pembelajaran yang mengaitkan materi
matematika di sekolah dengan masalah kontekstual
khususnya konteks pesisir. Untuk itu, perlu adanya pembelajaran yang dapat
menyadarkan siswa dalam mengkomunikasikan masalah-masalah pesisir di
lingkungannya. Hal ini dilakukan untuk mencegah tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab yang disebabkan pengetahuan yang terbatas dalam mengembangkan
sumber daya pesisir yang ada. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
(KKM) dan disposisi
matematis (DM) siswa melalui penerapan pembelajaran
kontekstual pesisir (PKP). Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan KKM dan DM siswa yang mendapat PKP memperoleh peningkatan yang
secara
signifikan lebih tinggi daripada
siswa yang mendapat
PKV. Peningkatan KKM siswa yang mendapat PKP berada kategori sedang, akan tetapi, DM siswa berada kategori rendah.
Berdasarkan analisis terhadap
data
observasi dan wawancara
menunjukkan bahwa PKP dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran.
Kata Kunci: kemampuan
komunikasi matematis,
disposisi matematis, pembelajaran
kontekstual pesisir.
Abstract
The mathematical communication
skill of SMP student is commonly still low. The problem is caused by lack of
learning which relates mathematical material in the school with contextual problem
especially at coastal context. Therefore, the
need forlearning that cansensitizethe studentsin
communicatingthe
coastal problems in their environment.This
is donetopreventthe handsof irresponsibledue tolimitedknowledgein
developingcoastal resourcesthere. The aim of this research is to improve mathematical
communication skill and disposition of student through the application of
coastal contextual learning. Based on the analysis results, it can be concluded
that overall mathematical communication skill and disposition of students which
get coastal contextual learning have higher significant improvement than
students who get PKV. The improvement of student mathematical communication
skill which get coastal contextual learning is in moderatecategory, meanwhile
mathematical disposition of student is in low one. Based on the analysis of
interview and observation data show that coastal contextual learning can
improve student’s activity in learning.
Keywords: the mathematical communication skill, mathematical
disposition, coastal contextual learning.
Pendahuluan
Sumber daya pembangunan yang mesti diwujudkan pada era
globalisasi adalah generasi-generasi muda yang memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi, seperti kemampuan memecahkan masalah, penalaran logis,
berkomunikasi, berpikir kritis, kreatif, cermat, cepat dan tepat. Hal ini dapat
dilihat pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMP-MTs khususnya pada
mata pelajaran matematika, yaitu bahwa di samping siswa memahami berbagai
konsep matematika juga siswa diharapkan memiliki dimensi keterampilan dalam hal
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta
mempunyai dimensi sikap percaya diri dan bertanggung jawab. Dimensi-dimensi
yang tercantum dalam standar kompetensi lulusan (SKL) tersebut diharapkan
menjadi bekal siswa untuk mengahadapi kehidupannya pada masa depan.
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam KTSP
menunjukkan bahwa salah satu kemampuan yang menjadi sasaran utama yaitu
kemampuan komunikasi matematis (KKM) yang perlu dimiliki siswa untuk
mengkomunikasikan gagasan baik berupa simbol, tabel, diagram, ataupun media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah yang ada di sekitarnya.
Menurut Weigand (1999:
85), komunikasi merupakan bagian penting dari pendidikan matematika sebagai
sarana untuk pertukaran ide dan alat untuk mengklarifikasi pemahaman. Selain
itu, pembelajaran matematika
di kelas harus membantu siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Sejalan
dengan itu, menurut Baroody
(1993: 99) setidaknya ada dua
alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu
dikembangkan pada siswa, yaitu: (1) mathematics
is essentially a language; matematika
tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat menemukan pola, menyelesaikan
masalah, atau membuat kesimpulan, matematika juga adalah alat yang tak
terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat,
dan ringkas; (2) mathematics and
mathematics learning are, at heart, social activities; sebagai aktivitas
sosial dalam pembelajaran matematika, interaksi antara siswa, seperti
komunikasi antar guru dan siswa, adalah penting untuk mengembangkan potensi
matematika siswa.
Hasil Trends in International Mathematics Science
Study (TIMSS) 2011 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada
peringkat 36 dari 48 negara dan hasil Programme
for International Student Assessment (PISA) 2009 untuk siswa kelas VIII
menempatkan Indonesia pada peringkat 52 dari 65 negara. Fakta ini menunjukkan
bahwa baik dalam skala nasional maupun internasional, prestasi matematika siswa
khususnya pada SMP masih sangat rendah. Selain itu hasil analisis data studi pendidikan tentang analisis KKM
siswa SMP dan SMA di Kabupaten Kolaka pada tahun 2013 dengan menggunakan tes
KKM yang dikembangkan bersama rekan-rekan pascasarjana dan telah di uji valid
dan reliabilitasnya. KKM siswa disajikan pada gambar berikut:
Gambar 1.1. Hasil tes KKM siswa SMPN SATAP 1 Mowewe, SMPN 1 Kolaka, SMAN 1 Tanggetada
dan SMPN 1 Tanggetada
Gambar 1.1 menggambarkan bahwa hasil analisis tes
KKM siswa SMP Negeri Satu Atap (SATAP) 1 Mowewe
sebesar 35,93%, siswa SMP Negeri
1 Kolaka sebesar 53,99%, SMAN 1 Tanggetada sebesar 43,81% sedangkan SMPN 1
Tanggetada sebesar 40,06%. Hasil ini menunjukkan bahwa KKM siswa sangat
memperihatinkan. Kategori penilaian KKM yang diajukan Kadir (2010: 251) bahwa
rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa < 60, maka berada kategori
rendah. Berdasarkan hasil di atas disimpulkan bahwa semua aspek
KKM yang diujikan kepada siswa masih sangat rendah. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa KKM masih merupakan suatu masalah dan mesti dicarikan solusinya.
Berbagai faktor-faktor yang terjadi di sekolah khususnya
pada SMP menimbulkan banyak masalah yang berindikasi kepada sulitnya siswa
untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Salah satu kemampuan berpikir
yang perlu dikembangkan yaitu KKM. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan
sebuah pendekatan dalam pembelajaran yaitu Pembelajaran Kontekstual Pesisir
(PKP). Alternatif/pembelajaran ini akan diuji di SMP Negeri 1 Tanggetada. Hal
ini disebabkan berbagai pertimbangan bahwa SMP tersebut merupakan kawasan yang
masih dipengaruhi ekosistem pesisir dan sebagian besar siswa berasal dari
daerah nelayan dan berdomisili di area pantai. Oleh karena itu, pembelajaran
yang berkonteks pesisir dipandang tepat untuk mengajarkan matematika. melalui
pendekatan pembelajaran ini siswa diharapkan cepat dan tanggap dalam memecahkan
masalah matematika dengan konteks pesisir yang ada di sekitarnya.
Pesisir merupakan kawasan yang potensial untuk berbagai
jenis pencaharian, baik bagi nelayan, penambak ikan, dan lain sebagainya.
Pesisir sampai sekarang belum memiliki definisi yang baku sebagaimana
dikemukakan oleh Dahuri dkk, (1996) bahwa sampai sekarang belum ada definisi
wilayah pesisir (coastal zone) yang
baku. Namun demikian terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir
adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Begitu banyak
sumberdaya yang terdapat pada wilayah pesisir. Selain itu terdapat satu atau
lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami
ataupun buatan (man-mad). Ekosistem
alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain adalah: terumbu karang,
hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pescaprea, formasi baringtonia, esturia,
laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah
pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri dan
kawasan pemukiman.
Potensi pesisir sangat potensial untuk dikembangkan melalui
pembelajaran matematika, dengan menciptakan generasi muda yang semangat dan
berpola pikir matematis. Walaupun hal itu demikian, akan tetapi pemerintah
belum mencurahkan perhatian lebih untuk mengembangkan potensi pesisir dalam
pembelajaran. Sebagaimana dijelaskan
Kadir (2009: 2) bahwa banyak daerah menjadikan mata pelajaran bahasa daerah sebagai mata pelajaran
muatan lokal untuk melestarikan bahasa daerah yang
digunakan masyarakat
setempat. Inisiatif ini bukan sesuatu yang salah, tetapi sayangnya banyak potensi daerah
pesisir yang
juga mesti mendapat perhatian karena lebih
dibutuhkan tetapi belum
mendapatkan
perhatian dari setiap lembaga pendidikan. oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran
bersama untuk lebih memperhatikan potensi pesisir yang ada. Melalui proses
pembelajaran dalam kelas yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa di
wilayah pesisir, akan menyadarkan mereka bahwa matematika begitu penting untuk
dipelajari dalam mengembangkan potensi yang ada. Pendekatan yang tepat dapat
meningkatkan minat dan motivasi siswa. Selain itu, Nurhadi dan Senduk (2003: 4)
mengemukakan bahwa ada 5 (lima) alasan mengapa pembelajaran kontekstual
dikembangkan sekarang ini yaitu sebagai berikut:
1.
Penerapan konteks budaya dalam
pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman guru, dan buku teks akan
mendorong sebagian besar siswa untuk tetap tertarik dan terlibat dalam kegiatan
pendidikan.
2.
Penerapan konteks sosial dalam
pengembangan silabus, penyusunan buku pedoman guru, dan buku teks yang dapat
meningkatkan kekuatan masyarakat memunkinkan banyak anggota masyarakat untuk
mendiskusikan berbagai isu yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan
masyarakat.
3.
Penerapan konteks personal yang
dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, akan membantu lebih banyak siswa
untuk secara penuh terlibat dalam kegiatan pendidikan dan masyarakat.
4.
Penerapan konteks ekonomi akan
berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan sosial.
5.
Penerapan konteks politik dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai isu yang dapat berpengaruh
terhadap masyarakat.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penerapan konteks
personal dapat meningkatkan keterampilan komunikasi siswa dalam kelas yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Untuk itu menjadi tugas
bersama sebagai seorang guru dalam menyusun dan melaksanakan pembelajaran di
kelas agar lebih menarik dan menyenangkan, dengan pendekatan potensi-potensi di
pesisir, sehingga masalah yang ada dapat dikomunikasikan oleh siswa dan selanjutnya
menentukan solusi yang tepat dari masalah tersebut.
Pembelajaran Kontekstual Pesisir akan memberikan makna
bahwa, pentingnya belajar matematika sebagai bekal dalam kehidupan, yang
melahirkan semangat serta motivasi. Selain itu mereka akan memiliki rasa
keingintahuan, kepercayaan diri, sikap menghargai matematika, gigih, serta
tekun dalam belajar matematika. Hal semacam ini sering disebut dengan disposisi
matematis (DM). Menurut Kilpatrick dkk, (2001: 131) DM adalah kecenderungan
memandang matematika sebagai sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika
sebagai sesuatu yang berguna, meyakini usaha yang tekun dan ulet dalam
mempelajari matematika akan membuahkan hasil, dan melakukan perbuatan sebagai
pelajar yang efektif. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dalam membaca
keadaan yang terjadi di sekitarnya dan mengkomunikasikan masalah-masalah
tersebut dengan tujuan untuk memberikan solusi yang tepat dalam mengatasinya.
Pendekatan kontekstual yang dipilih didasarkan atas dasar kondisi yang ada di sekitar
siswa, untuk mengatasi berbagai masalah matematika. masalah dalam penelitian
ini adalah: “Apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pesisir
berpengaruh terhadap KKM dan DM pada siswa SMP Negeri 1 Tanggetada?”
Penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran tentang KKM dan DM siswa stelah mendapatkan
pembelajaran kontekstual pesisir, gambaran KKM dan DM siswa setelah mendapatkan
pembelajaran konvensional. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang
positif bagi kualitas pembelajaran matematika dan memberikan manfaat bagi
masyarakat khususnya yang terlibat dalam dunia pendidikan, yaitu bagi siswa,
bagi guru, bagi kepala sekolah dan bagi peneliti sendiri dalam mengembangkan
bidang keilmuan yang di miliki.
Metode
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan penelitian
yang direncanakan ingin dicapai dalam penelitian, maka peneliti mendesain
penelitian ini dengan menggunakan metode
eksperimen. Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yang
berbeda yaitu pendekatan pembelajaran kontekstual pesisir yang diberikan pada
siswa kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional yang diberikan pada siswa
kelas kontrol. Pada kelompok eksperimen,
peneliti memberi perlakuan dengan maksud untuk melihat gejala atau dampak yang ditimbulkan pada
diri siswa terkait dengan KKM dan DM siswa. Untuk dapat mengetahui hal
tersebut, maka diperlukan kelompok
subjek pembanding yang disebut kelompok kontrol. Hal ini dilakukan untuk
melihat apakah ada perbedaan atau membandingkan nilai rataan KKM dan DM pada kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan
memperhatikan beberapa karakteristik yang dipersyaratkan untuk melakukan
penelitian dengan menggunakan metode eksperimen, maka peneliti menggunakan
metode eksperimen yang memenuhi kriteria tersebut. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah desain eksperimen dengan rancangan Pretest-Posttest Control Group Design
yang disajikan sebagai berikut:
(Sugiyono, 2011: 112):
KE
O1 X
O2
Hasil
Penelitian
Analisis Data Kemampuan
Komunikasi Matematis
Bagian ini membahas analisis data KKM siswa. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui bagaimana KKM siswa baik sebelum diberikan perlakuan
maupun setelah diberikan perlakuan,
serta peningkatannya setelah perlakuan. Untuk mengetahui peningkatan data kemampuan komunikasi matematis siswa
maka digunakan formula yang diperkenalkan oleh Hake (1999: 1) yang dikenal
dengan N-Gain. Perhitungan N-Gain didasarkan pada data pretes dan postes KKM siswa. Hasil analisis data KKM secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran C1.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data KKM seluruh
sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dapat dijelaskan bahwa sebelum
pembelajaran pada kelas eksperimen yang diajar dengan PKP memperoleh nilai KKM
sebesar 18,08. Nilai tersebut menunjukkan bahwa relatif lebih besar dari
perolehan nilai KKM siswa pada kelas kontrol sebelum diajar dengan PKV sebesar
10,03. Selain itu, setelah pemberian perlakuan diperoleh bahwa nilai rata-rata
KKM siswa yang diajar dengan PKP sebesar 46,42. Dengan menggunakan perhitungan
N-Gain rata-rata peningkatan KKM siswa setelah perlakuan sebesar 0,35.
Sedangkan rata-rata peningkatan KKM setelah diajar dengan PKV sebesar 17,28 dan
setelah dihitung terdapat peningkatan rata-rata sebesar 0,07. Hal ini
menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan KKM siswa setelah diajar dengan PKP
lebih besar daripada rata-rata peningkatan KKM siswa setelah diajar dengan PKV.
Tabel 1. Deskripsi KKM Siswa
Kedua Kelompok Pembelajaran
Statistik
|
Pendekatan Pembelajaran
|
|||||
PKP
|
PKV
|
|||||
Pretes
|
Postes
|
N-Gain
|
Pretes
|
Postes
|
N-Gain
|
|
N
|
25
|
25
|
25
|
27
|
27
|
27
|
Rata-rata
|
18,08
|
46,42
|
0,35
|
10,03
|
16,98
|
0,07
|
Simpangan Baku
|
3,44
|
10,60
|
0,12
|
4,40
|
6,50
|
0,09
|
Nilai Maksimum
|
25,00
|
64,58
|
0,58
|
16,67
|
39,58
|
0,37
|
Nilai Minimum
|
10,42
|
22,92
|
0,10
|
4,17
|
8,33
|
-0,10
|
Tabel diatas pada kolom N-Gain menunjukkan bahwa rata-rata
peningkatan KKM siswa yang diajar dengan PKP sebesar 0,35. Berdasarkan kategori
Hake, rata-rata tersebut berada pada kategori sedang. Sedangkan rata-rata
peningkatan KKM siswa yang diajar dengan PKV sebesar 0,07 dan berdasarkan
kategori Hake berada pada kategori rendah.
Peningkatan
KKM Siswa yang Mendapat Pembelajaran Kontekstual Pesisir dan yang Mendapat
Pembelajaran Konvensional
Berdasarkan
data kedua kelompok siswa diperoleh hasil uji normalitas data yang ditampilkan
pada Tabel 4.3,
Tabel Uji Normalitas data
N-Gain KKM Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran
Statistik
|
Pendekatan
|
|
PKP
|
PKV
|
|
N-Gain
|
N-Gain
|
|
N
|
25
|
27
|
Absolut
|
0,135
|
0,169
|
KS-Z
|
0,673
|
0,881
|
Sig.
|
0,755
|
0,420
|
H0
|
Terima
|
Terima
|
Berdasarkan Tabel diatas data peningkatan nilai KKM siswa
pada kedua pembelajaran terlihat bahwa nilai probabilitas (sig.) lebih besar daripada 0,05 yang berarti bahwa H0 diterima. Dengan demikian,
sampel data peningkatan nilai KKM siswa pada kedua pembelajaran tersebut
berdistribusi normal
Uji Signifikansi Perbedaan
Peningkatan KKM Siswa Antara PKP dengan PKV
Statistik
|
Pendekatan
|
|
PKP
|
PKV
|
|
N-Gain
|
N-Gain
|
|
N
|
25
|
27
|
Rata-rata
|
0,35
|
0,07
|
N-Gain
Rata-rata
|
0,205
|
|
T
|
9,059
|
|
Df
|
50
|
|
Sig.
|
0,000
|
|
H0
|
Ditolak
|
Berdasarkan Tabel 4.6
dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.)
lebih kecil daripada 0,05, sehingga H0 ditolak. Dengan demikian,
secara signifikan rata-rata peningkatan KKM siswa yang mendapat PKP lebih
tinggi daripada rata-rata peningkatan KKM siswa yang mendapat PKV. Setelah
dianalisis bahwa terdapat perbedaan peningkatan KKM kedua pendekatan
pembelajaran tersebut, maka dilanjutkan analsis perbedaan rata KKM kedua
pembelajaran . Akan tetapi, setelah
dianalisis pretes KKM siswa diperoleh bahwa berbeda secata statistik. Oleh
karena itu, perbedaan rata-rata KKM dari kedua model pembelajaran tidak perlu
dianalisis.
Analisis Data Disposisi
Matematis
Berdasarkan hasil analisis deskriptif data DM seluruh sampel
penelitian dapat Dapat dijelaskan bahwa sebelum pembelajaran pada kelas
eksperimen yang akan diajar dengan PKP memperoleh nilai rata-rata sebesar
113,60, hal ini menunjukkan bahwa relatif lebih kecil dari perolehan nilai
rata-rata DM siswa pada kelas kontrol yang akan diajar dengan PKV sebesar 115,44.
Selain itu, setelah pemberian perlakuan diperoleh bahwa nilai rata-rata DM
siswa yang diajar dengan PKP sebesar 119,36 dengan menggunakan perhitungan
N-Gain rata-rata DM siswa sebelum dan sesudah perlakuan mengalami peningkatan
sebesar 0,06. Sedangkan rata-rata DM
setelah diajar dengan PKV sebesar 118,54, setelah dihitung terdapat peningkatan rata-rata sebesar 0,03.
Hal ini menunjukkan bahwa secara rata-rata bahwa peningkatan DM siswa setelah
diajar dengan PKP lebih besar daripada peningkatan DM siswa setelah diajar
dengan PKV.
Tabel Deskriptif Data DM Siswa
Kedua Kelompok Pembelajaran
Statistik
|
Pendekatan Pembelajaran
|
|||||
PKP
|
PKV
|
|||||
Pretes
|
Postes
|
N-Gain
|
Pretes
|
Postes
|
N-Gain
|
|
N
|
25
|
25
|
25
|
27
|
27
|
27
|
Rata-rata
|
113,60
|
119,36
|
0,06
|
115,44
|
118,54
|
0,03
|
Simpangan Baku
|
14,16
|
13,77
|
0,03
|
12,59
|
12,01
|
0,03
|
Nilai Maksimum
|
140,39
|
144,76
|
0,13
|
144,45
|
147,53
|
0,09
|
Nilai Minimum
|
86,10
|
96,33
|
0,01
|
98,30
|
102,97
|
-0,03
|
Berdasarkan Tabel diatas pada kolom N-Gain diperoleh bahwa
rata-rata peningkatan DM siswa yang diajar dengan PKP sebesar 0,06, jika
dikategorikan berdasarkan kategori Hake, maka berada pada kategori rendah.
Sedangkan rata-rata peningkatan DM siswa yang diajar dengan PKV sebesar 0,03,
jika dikategorikan berdasarkan kategori Hake, maka berada pada kategori rendah.
Uji
Signifikansi Perbedaan Peningkatan DM Siswa Antara PKP Dengan PKV
Statistik
|
Pendekatan
|
|
PKP
|
PKV
|
|
N-Gain
|
N-Gain
|
|
N
|
25
|
27
|
Rata-rata
|
0,063
|
0,034
|
N-Gain
Rata-rata
|
0,048
|
|
T
|
2,881
|
|
Df
|
50
|
|
Sig.
|
0,002
|
|
H0
|
Ditolak
|
Berdasarkan Tabel 4.11
dapat dilihat bahwa nilai probabilitas (sig.)
lebih kecil daripada 0,05, ini berarti H0 ditolak. Dengan demikian,
secara signifikan rata-rata peningkatan DM siswa yang mendapat PKP lebih tinggi
daripada rata-rata peningkatan DM siswa yang mendapat PKV
Uji Signifikansi Perbedaan
Nilai Rata-rata DM Siswa Antara PKP dengan PKV
Statistik
|
Pendekatan
|
|
PKP
|
PKV
|
|
Postes
|
Postes
|
|
N
|
25
|
27
|
Rata-rata
|
119,361
|
118,545
|
N-Gain
Rata-rata
|
118,937
|
|
T
|
0,228
|
|
Df
|
50
|
|
Sig.
|
0,820
|
|
H0
|
Diterima
|
Berdasarkan Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa nilai
probabilitas (sig.) lebih kecil
daripada 0,05, ini berarti H0 diterima. Dengan demikian, secara
signifikan rata-rata DM siswa yang mendapat PKP tidak lebih tinggi daripada
rata-rata DM siswa yang mendapat PKV.
Simpulan
Simpulan ini dijelaskan secara detail hasil-hasil analisis sebelumnya. Ada dua variabel yang akan
dibahas dalam pembahasan ini yaitu varibel KKM dan DM. Untuk dapat mengetahui
bagaimana kualitas kemampuan siswa terhadap dua varibel tersebut, maka terlebih
dahulu ditentukan kategorinya. Kadir (2010: 250) penentuan kategori didasarkan
rata-rata skor yang diperoleh. Pengkagorian dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu
tinggi, sedang, rendah.
Misalkan rata-rata KKM disimbolkan
, maka kategori yang digunakan sebagai
berikut:
Kemampuan komunikasi
matematis tinggi :
jika
≥ 80
Kemampuan komunikasi
matematis sedang : jika 60 ≤
<
80
Kemampuan komunikasi
matematis tinggi :
jika
<
60
Sedangkan
pengkategorian DM yaitu tinggi, sedang
dan rendah. Misalkan rata-rata DM
siswa yaitu
, maka kategori yang digunakan.adalah:
DM tinggi :
jika
≥
164
DM sedang :
jika 123 ≤
<
164
DM tinggi :
jika
<
123
Nilai 164 diperoleh dari 80% skor ideal skala DM, dimana 80%
x 205= 164 sedangkan nilai 123 diperoleh dari 60% skor idea skala DM, yaitu 60%
x 205 = 123. Dengan demikian, untuk pembahasan tentang kualitas KKM dan DM didasarkan pada kedua
kategori tersebut.
Sebelum dilakukan uji perbedaan, perlu adanya uji kesetaraan
subjek. Hal ini, sejalan dengan penjelasan Ruseffendi (1998: 40) bahwa ada enam
karakteristik yang dipersyaratkan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan
metode eksperimen, salah satu diantaranya yaitu Kesetaraan subyek dalam
kelompok-kelompok yang berbeda. Hal ini dilakukan agar jika ada hasil yang
berbeda pada kelompok-kelompok itu, bukan disebabkan karena tidak setara, akan
tetapi karena adanya perlakuan. Berdasarkan hasil analisis penelitian diperoleh
bahwa pada PKP secara signifikan peningkatan KKM dan DM siswa lebih tinggi
daripada peningkatan KKM dan DM siswa yang mendapat PKV
Daftar
Pustaka
Ansari.
(2003).Menumbuhkembangkan Kemampuan
Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.
Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Asikin,
M. (2000). Komunikasi Matematik dalam
Realistic Mathematics Education. Makalah disajikan dalam seminar Nasional
RME.
Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning,
And Communicating, K-8 Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan
Publishing Company.
Dahuri,
R., J. Rais, P. Ginting dan Sitepu. (1996). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Terpadu. PT.
Pradnya Paramita, Jakarta.
Effendy,
O.U. (2007). Komunikasi Teori dan
Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
Firdausy,
C.M. (2001). Konsep Pengembangan Potensi
Sosial-Ekonomi Masyarakat Wilayah Pesisir. Jakarta: PEP -LIPI.
Fitriani, A.D. (2010). Penggunaan Reciprocal Teaching untuk Mengembangkan Komunikasi
Matematis. Prosiding international 2010 Practice Pedagogic in Global
Education Perspective, 17 Mei 2010.
Hulukati,
E. (2005). Mengembangkan Kemampuan
Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran
Generatif. Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Kadir.
(2009). Penerapan Pembelajaran
Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa SMP. Kendari: Unhalu.
Kilpatrick,
J., Swafford, J. dan Findel. (2001). Adding
It Up: Helping Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy
Press.
Komariyatiningsih, N. dan Kesumawati, N. (2009). Keterkaitan
Kemampuan Komunikasi Matematis dengan Pendekatan Pendidikan Matematika. Makalah Disampaikan pada Prosiding Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, 10 November 2012
NCTM. ( 2000). Principles and
Standard for School Mathematics. Drive, Reston. VA: NCTM.
Nurhadi
dan Senduk, A.G. (2003). Pembelajaran
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Putri,
H.E. (2006). Pembelajaran Kontekstual
dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik Siswa SMP.
Tesis Doktor PPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Ruseffendi,
E.T. (1998). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta
Lainnya. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Singarimbun, M., dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Jakarta.
Sugiyono.
(2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R &D. Bandung: Alfabeta.